Little Women


Judul : Little Women

Penulis : Louisa May Alcott

Penerbit : Gramedia

ISBN : 9780451529305

Tebal : 449 Halaman

Blurb :

Kisah kehidupan keluarga March yang mempunyai empat orang putri, tinggal di daerah Concord, Amerika Serikat pada abad ke-19. Meg yang cantik, Jo yang tomboi, Beth

yang rapuh, dan Amy yang artistik. Bersama Laurie, pemuda tetangga yang menjadi teman mereka sejak kecil, keempat gadis ini berusaha meraih impian masing-masing

di tengah kondisi keluarga yang berat dan tengah ditinggal sang ayah yang harus ikut berperang.
MENGANDUNG SPOILER!!!

A. Another Classic

Jadi begini ... Tiga tahun lalu, aku menonton sebuah film berjudul Little Women (jadi 2019 itu benar-benar sudah tiga tahun yang lalu!!!). Kembali ke topick, Litte Women, film yang tidak terlalu WAH, tapi begitu heart warming dan betul-betul menyentuh soft spot-ku. Nyatanya, film Little Women itu adalah adaptasi dari novel karya Louisa May Alcott yang terbit tahun 1868, dan bukan untuk yang pertama kalinya!!!

Kita punya adaptasi Little Women tahun 1917, tahun 1918, tahun 1933, tahun 1949, tahun 1994, dan tahun 2019. Beberapa di antaranya berupa serial TV bahkan anime! Sebegitu melegendanya novel ini, sampai masih bisa relevan dan dinikmati bahkan setelah lebih dari satu abad berlalu! I would never! Dan brekelenya lagi, aku baru baca novelnya akhir-akhir ini ....

Oh, betapa banyaknya waktu terbuang sia-sia!!!

Maka dari itu, aku akan membuatkan reviewnya untuk menebus masa-masa suram tersebut, dan mengabadikannya di blog ini. Siapa tahu suatu saat nanti ketenaran novel ini bisa menciprat sedikit ke diriku sendiri (Bangun ... bangun ....)

B. Plot

Novel ini secara harfiah menceritakan keluarga March, tepatnya kehidupan sehari-hari dari empat bersaudara; Meg, Jo, Beth, dan Amy. Bagaimana keluarga mereka bertahan di masa-masa sulit. Ayah March pergi ke medan perang, kemiskinan, wabah penyakit, dan hari-hari suram lainnya. Daya tarik novel ini tentunya ada pada kepribadian masing-masing tokoh. Bagaimana cara mereka menghadapi dunia dengan cara masing-masing, yang bisa di bilang saat itu adalah zaman-zaman yang 'tidak ramah' pada perempuan.

Ada Meg yang anggun dan cinta kemewahan, Jo yang cuek dan tomboy, Beth yang pemalu dan semanis malaikat, serta Amy yang ceria dan manja. Pribadi yang beragam tersebut sering kali menimbulkan konflik. Seperti saat Amy membakar naskah Jo, karena tidak diajak ke pentas drama, atau ketika Meg menjadi terlalu menyebalkan dengan keanggunannya, atau Beth yang terlalu peduli orang lain, bahkan Jo yang kasar dan pemarah sering kali membuat saudara-saudaranya kesal. Namun, dari sekian banyak perbedaan, pada akhirnya mereka tetaplah saudara yang tidak bisa dipisahkan, dan tahu tanggung jawab masing-masing.

Keluarga March punya tetangga bernama Tuan Laurence. Dia tinggal di rumah yang menurut mereka menyeramkan juga usang. Nyatanya, Tuan Laurence tidak seburuk itu, bahkan keempatnya bisa berteman dengan Laurie, cucu dari Mr. Laurence. Laurie merupakan anak laki-laki yang pemalu seperti Beth pada awalnya, tapi dia juga 'gila' seperti Jo, bisa bertingkah seanggun Meg, dia juga seceria Amy. Makanya Laurie bisa berteman dengan keempatnya tanpa canggung.

Meski begitu Laurie paling akrab dengan Jo, keduanya tidak bisa dipisahkan, ke mana ada Jo pasti ada Laurie. Jo bahkan punya panggilan sayang untuk Laurie, yaitu Teddy. Setiap kali ada dialog atau adegan antara Jo dan Laurie pasti membuatku senyum-senyum sendiri, dan aku yakin kalian juga pasti begitu. Hubungan mereka itu polos dan lucu, karena jelas-jelas Laurie suka sama Jo, tapi Jo yang cuek terlalu cuek untuk menyadari itu. Si Jo malah getol banget menjodoh-jodohkan Laurie ke kakaknya (Meg) karena dia pikir mereka akan jadi pasangan yang sangat serasi.

Banyak pelajaran yang bisa diambil dari novel ini. Sosok Marmee sebagai orang tua sering kali memberikan nasehat-nasehat, tapi tanpa menggurui. Marmee punya cara unik untuk anak-anaknya agar mereka paham tanggung jawab, paham kewajiban, dan bagaimana pentingnya menunjukan simpati dan empati kepada orang-orang, terutama yang berjuang untuk negara. Novel ini jelas mengangkat tema feminisme, tapi bukan feminisme yang toxic.

Novel ini mengajarkan kebebasan pada perempuan, dalam artian mereka bebas memilih ingin menjadi apa tanpa tuntutan harus begini dan begitu, tanpa merendahkan satu dengan yang lainnya. Tidak masalah kalian ingin menjadi ambisius dan tomboy seperti Jo, atau menjadi anggun seperti Meg, atau menjadi anak rumahan seperti Beth, atau berekspresi seperti Amy. Tidak ada yang salah dari semua itu, asal masing-masing paham kewajiban, serta ikut berperan dalam sosial, menjadi berguna.

C. Penokohan

Tokoh-tokoh dalam novel ini bersikap sebagaimana sifat mereka. Semua tindakan serta pilihan yang dibuat para tokoh sesuai dengan situasi yang mereka alami, juga latar belakang mereka. Biar kujelaskan lebih lanjut karena aku sangat menyukai tokoh-tokoh di sini, terutama Beth (plak!)

Meg. Anak tertua di keluarga March, sifatnya anggun dan cinta kemewahan. Meg suka segala hal berbau romansa, dan dia sangat menyukai pesta. Meg mengambil sifat bijak ibunya, dia kakak yang bertanggung jawab dan penyayang. Di sisi lain, Meg sering kali iri kepada teman-temannya yang kebanyakan berasal dari keluarga kaya. Melihat segala kemewahan di tempat kerja juga teman-temannya, membuat Meg kadang tidak mensyukuri apa yang dia miliki.

Jo. Anak kedua di keluarga March. Saudara-saudaranya menyebut Jo 'brother' atau 'saudara laki-laki karena sifatnya yang tomboy. Selain ambisius, Jo juga pemberani dan suka bertualang. Jo memiliki mimpi yang besar, dan tidak suka berdiam diri. Kadang aku merasa sikap Jo ini tipikal 'Not like other gorl' yang gemar menjelek-jelekkan sifat feminim demi kelihatan superior. Akan tetapi, ada beberapa momen manis Jo kepada saudara-saudara dan dirinya sendiri yang membuatku memaafkan sifat 'Not like othe gorl'-nya itu.

Contohnya, setiap kali dia memuji dan membanggakan kecantikan dan keanggunan Meg, atau betapa kreatif adik-adiknya. Aku pribadi paling suka saat Jo menjual rambutnya untuk membantu sang ibu. Dia berusaha keras untuk terlihat kuat dan cuek, padahal diam-diam dia sangat sedih kehilangan rambutnya yang panjang dan indah.

Beth. Anak ketiga keluarga March. She's a sweetheart! Sikap Beth pemalu, sering kali kesulitan bicara dengan orang-orang baru, juga kesulitan mengekspresikan diri. Namun, Beth paling bisa diandalkan dalam tanggung jawab, terutama yang berhubungan dengan orang lain. Beth merupakan satu-satunya yang pergi ke rumah keluarga Hummel, dan membantu mereka ketika saudara-saudaranya tidak peduli. Sikap Beth yang sopan dan berbakat dalam musik bahkan bisa mencairkan hati orang sedingin Tuan Laurence. Beth merupakan adik kesayangan Jo, dan paling dekat dengannya.

Amy. Si bungsu di keluarga March. Bersifat manja dan cengeng, tapi juga ceria dan mandiri. Amy jago melukis, dan bercita-cita menjadi pelukis terkenal di Eropa. Amy hampir sama ambisiusnya dengan Jo, tapi dia juga suka kemewahan dan romansa seperti Meg, makanya dia paling akrab dengan Meg. Tidak ada yang bisa marah kepada Amy sebesar apa pun kesalahannya, karena dia pandai menarik hati orang lain. Di sekolah, Amy juga menjadi kesayangan guru karena dia sangat pintar.

Laurie. Cucu Tuan Laurence dan sahabat Anak-anak March. Mulanya, Laurie pemalu dan kaku, tapi sikap Jo yang supel bisa mencairkannya. Sebenarnya, Laurie memiliki latar belakang yang menyedihkan, yatim-piatu sejak kecil, dan tinggal bersama kakeknya yang dingin dan penuntut. Dia tidak pernah menyukai kemewahan di rumahnya, karena baginya itu penjara. Akan tetapi, semua berubah saat dia mengenal keluarga March. Dia seolah memiliki keluarga baru yang sesungguhnya.

Marmee. Ibu dari anak-anak March. Bisa dibilang ibu idaman yang penyayang, berpikiran terbuka, serta tidak banyak menuntut. Marmee tahu betul bagaimana sikap anak-anaknya dan cara menasehati mereka tanpa terkesan menggurui. Marmee memberikan kebebasan pada anak-anaknya, tapi di sisi lain juga mengingatkan mereka akan tanggung jawab dan simpati.

Tuan Laurence. Kakek Laurie, tetangga keluarga March. Sifatnya dingin dan kadang galak, paling tidak bisa menunjukkan rasa sayangnya kepada Laurie meskipun sangat ingin. Tuan Laurence suka lantunan piano, tapi tidak pernah ada yang memainkan piano besar di rumahnya semenjak cucu perempuannya meninggal. Namun, suatu hari Beth datang dan menjadi cucu pengganti baginya. Tuan Laurence sangat menyayangi Beth dan Jo. Semenjak mengenal keluarga March, ia pun seolah menjadi salah satunya.

Hannah. Bibi dalam keluarga March. Sebenarnya Hannah hanya pelayan, tapi keluarga March menganggapnya keluarga. Hannah berperan banyak ketika Marmee tidak di rumah, dia pengganti Marmee, tapi dengan sedikit tambahan emosi. Terkadang anak-anak March bisa terlalu 'nakal' di mata Hannah sehingga membuatnya menggerutu.

D. Dialog

Bisa dibilang ini novel klasik pertama yang dialognya banyak di bandingkan novel-novel klasik lain yang pernah kureview di sini. Meskipun begitu, dialog-dialog dalam novel ini sangat alami dan mengalir sehingga kemunculannya pasti ditunggu. Dialog para tokoh di sini juga memiliki ciri khas  yang kuat. Seperti dialog Jo yang berapi-api, atau Amy yang terkesan manja dan kekanakkan. Meg biasanya membicarakan kesopanan, memperingatkan adik-adiknya untuk menjaga sikap.

Tapi yang paling aku tunggu, tentu saja percakapan antar Laurie dan Jo yang lucu, polos, sweet, juga asik. Melihat Laurie memberikan kode-kode kalau dia suka Jo, dan bagaimana tanggapan Jo yang ngalor-ngidul enggak nangkep kode-kode itu. Laurie sih tanggapannya biasa aja, tapi aku yang malah geregetan sama si Jo!

E. Gaya Bahasa

Ayolah ... ini buku klasik dan terjemahan. Apa yang bisa salah dari dua hal itu? Ya ... ya ... ini memang terlalu bias, tapi ayolah akui saja!!!

Narasi yang disajikan tidak membuat bosan, karena semuanya berhubungan. Tidak ada dump atau ngalor-ngidul ke mana-mana. Namun, aku akui juga beberapa narasi bisa sangat membosankan karena terlalu panjang. Terutama di bagian 'koran' yang dibuat anak-anak March. Saat itu mood bacaku memang lagi brekele, makanya aku lewatin semuanya karena cuma berisi cerpen-cerpen dan puisi.

Mungkin suatu hari nanti akan kubaca ulang khusus bagian itu.

F. Penilaian

Cover : 4

Plot : 4,5

Penokohan : 4,8

Dialog : 4,5

Gaya Bahasa : 4,5

Total : 4,5 Bintang

G Penutup

Satu lagi buku klasik yang melegenda. Bisa kalian lihat, aku tidak membandingkan versi film dan novel. Karena, tidak seperti Miss Peregrine yang novelnya brekele. Novel ini sama bagus dengan filmnya, bahkan lebih bagus dan lebih mendetail. Sesuai harapanku pada novel yang yang diadaptasi ke film. Intinya sih, aku merekomendasikan buku ini, dan tidak sabar membaca buku keduanya.

Betul ... ada buku kedua yang tidak bisa kupinjam karena masih harus antri di Ipusnas!!!

Sampai jumpa di hari lain ^o^/

Comments

Impy's all-time-fav book montage

The School for Good and Evil
A World Without Princes
The Last Ever After
Quests for Glory
House of Secrets
Battle of the Beasts
Clash of the Worlds
Peter Pan
A Man Called Ove
My Grandmother Asked Me to Tell You She's Sorry
The Book of Lost Things
The Fairy-Tale Detectives
The Unusual Suspects
The Problem Child
Once Upon a Crime
Tales From the Hood
The Everafter War
The Inside Story
The Council of Mirrors
And Every Morning the Way Home Gets Longer and Longer


Impy Island's favorite books »

Baca Review Lainnya!

Matahari Minor

Aku Menyerah pada Serial Omen-nya Lexie Xu

Ily

Omen #1

Novel-novel Terkutuk (Mostly Watpat)

Laut Bercerita

Peter Pan